Sabtu, 01 Oktober 2016

Lahan Rawa Gambut

Pulau Kalimantan secara umum memiliki tipe wilayah berupa lahan/hutan rawa, baik rawa dangkal maupun rawa dalam. Luasan lahan/hutan rawa di Kalimantan tersebar dibeberapa propinsi seperti; Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai rawa seluas 191.022 ha (Bakhri, 1993 dalam Bahtimi, 2009) dan di Propinsi Kalimantan Tengah diperkirakan seluas 4 juta ha.

Kondisi lahan rawa yang ada saat ini sebagian besar telah mengalami kerusakan sebagai akibat dari penebangan kayu secara legal maupun ilegal, pembukaan lahan untuk perkebunan baik oleh pihak perusahaan maupun oleh masyarakat dan juga disebabkan oleh adanya kebakaran hutan baik disengaja maupun tidak disengaja. Lahan rawa yang telah terbuka pada umumnya dibiarkan merana dan terlantar.

Besarnya luasan lahan rawa yang terlantar seperti diatas disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang menjadi penghambat. Bahtimi, 2009 memaparkan faktor-faktor tersebut diantaranya :
  • Hambatan internal lahan rawa berupa sifat fisika, kimia, biologi, dan tata air. Sifat kimia lahan yang menghambat antara lain yaitu, kemasaman dan kesuburan tanah yang rendah (miskin hara). Sifat fisika yang menghambat adalah adanya penyusutan ketebalan (subsidence) dan kondisi fisik lahan. Faktor tata air yang menghambat adalah adanya variasi genangan. Kendala biologis berupa tingginya serangan hama dan penyakit serta infeksi gulma.
  • Kendala sosial ekonomi didaerah rawa meliputi: a). Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan petani tentang pengelolaan lahan rawa, b). Terbatasnya tenaga dan modal petani yang menyebabkan timbulnya kesulitan dan lambatnya adopsi teknologi baru. Kelembagaan agribisnis seperti penyediaan sarana produksi, pengolahan pasca panen, pemasaran hasil, sistem informasi dan penyuluhan serta aksesibilitas lokasi masih terbatas dan belum berkembang serta berfungsi secara baik.
Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh adanya penimbunan/akumulasi bahan organik dilantai hutan. Bahan organik ini berasal dari sisa vegetasi/tumbuhan kurun waktu lama. Akumulasi/penimbunan ini terjadi karena lambatnya laju proses penguraian (dekomposisi) dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik. Apalagi lahan ini selalu basah/tergenang. Lahan gambut di Indonesia dibentuk oleh tumpukan sisa vegetasi/tumbuhan tropis yang kaya akan kandungan lignin dan nitrogen. Karena lambatnya proses penguraian yang terjadi maka, dirawa gambut masih dapat dijumpai sisa-sisa akar, batang, ranting yang masih belum bisa terurai (terdekomposisi) (Maltby & Immirizi, 1993 dalam Mudiyarso, 2004). Secara ekologis, hutan rawa gambut merupakan tempat hidup/habitat bagi spesies langka misalnya orang utan (Pongo pygmaeus) baik di Sumatera maupun Kalimantan, tempat berkembang biak ikan, cadangan air, dan keanekaragaman hayati yang tidak bisa dijumpai dihutan lainnya.

Perubahan iklim merupakan kondisi global/menyeluruh yang ditandai dengan perubahan suhu dan curah hujan (atau lebih dikenal dengan perubahan musim). Penyumbang/kontributor terbesar bagi terjadinya perubahan tersebut adalah gas-gas di atmosfer yang sering disebut gas rumah kaca (green house effect) seperti karbondioksida, metan, dan nitorus oksida yang konsentrasinya terus mengalami peningkatan. Gas-gas tersebut memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang bersifat panas sehingga suhu bumi akan semakin panas jika jumlah gas-gas tersebut meningkat di atmosfer (Maltby & Immirizi, 1993).

Tingginya peningkatan konsentrasi karbondioksida disebabkan oleh aktivitas manusia terutama perubahan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil (bahan bakar minyak) untuk transportasi, pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industri. Gas-gas yang berbahaya tersebut akan bisa tereduksi/berkurang oleh tumbuhan. Lahan gambut memiliki ciri hutan yang selalu hijau sehingga sangat efektif untuk menyerap gas-gas berbahaya yang ada di atmosfer. Gambut memiliki peran yang cukup besar sebagai penjaga iklim global. Apabila gambut tersebut terbakar atau mengalami kerusakan, akan mengeluarkan gas terutama CO2, N2O, dan CH4 ke udara yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Pemanasan global inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang saat ini kita rasakan.


Begitu penting hutan bagi manusia, sehingga keberadaannya harus dipertahankan. Berbagai kegiatan dapat dilakukan untuk tetap melestarikan hutan dari kerusakan. Apabila hutan rusak, dampaknya juga akan menimpa manusia, bukan hanya masyarakat sekitar, tetapi secara menyeluruh akan terkena dampaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar