Senin, 03 Oktober 2016

Tanaman Jelutung

Tanaman Jelutung (Dyera spp,) yang merupakan tanaman khas lahan rawa ini masuk dalam divisi Angiospermae, kelas Magnoliopsida, ordo Gentianales, famili Apocynaceae, genus Dyra dan termasuk dalam spesies Dyra costulata. Tanaman jelutung merupakan tanaman industri yang berkualitas ekspor dan pohon dwiguna, artinya pohon yang dapat menghasilkan dua jenis komoditas yaitu hasil utama getah (lateks) dan kayu. Tanaman jelutung termasuk tanaman jangka panjang dan apabila dikelola dengan baik maka tanaman jelutung bisa dijadikan sumber pendapatan keluarga secara turun temurun.

Tanaman jelutung memiliki tipe pohon yang sangat besar dan bahkan diameter batang mencapai 240 cm dan tinggi lebih dari 45 meter. Tipe batang lurus dan apabila tumbuh di alam percabangan akan dimulai pada ketinggian sekitar 30 cm. Di Indonesia tanaman jelutung menyebar di Sumatera (Jambi, Riau, Sumatera Utara) dan dikenal dengan nama abuwai, sedangkan di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan sebutan pantung. (Hamdani, 2004).

Jenis Tanaman Jelutung dan Produknya

Di Indonesia ada tiga jenis tanaman jelutung diantaranya, dua jenis hidup di lahan rawa warna batangnya putih dan hitam sedangkan satu jenis lainnya berwarna merah dan tumbuh di pegunungan (Bahtimi, 2009).

Ketiga-tiganya menghasilkan getah (latek) yang diekspor ke Singapura, Jepang, dan Hongkong. Getah jelutung dipergunakan sebagai bahan baku permen karet, industri perekat, vernis, ban, water proofing serta sebagai bahan isolator dan barang-barang kerajinan lainnya. Selain itu tanaman jelutung juga menghasilkan kayu. Kayu jelutung bersifat lunak dan berwarna putih dengan tekstur permukaan rata, halus serta licin. Oleh sebab itu kayu jelutung bisa dipergunakan sebagai bahan pola sepatu, sebagai bahan baku pembuatan batang pensil dan sebagai bahan pembuatan papan dan peti. Kayu jelutung mudah diolah dalam berbagai bentuk. Namun karena kayunya lunak maka semua bagian kayu sangat rentan terhadap serangan jamur (Transtoto Handadhari, 2004).

Melihat sifat tumbuh serta multi fungsinya, maka tanaman jelutung akan sangat baik jika dikembangkan oleh masyarakat atau desa-desa yang berada di pinggiran hutan dan memiliki potensi lahan rawa yang sangat luas. Dengan demikian masyarakat bisa mendapatkan manfaat ekonomi secara berkelanjutan dan kesehatan lingkungan sebagai akibat tertutupnya lahan-lahan rawa yang terbuka.

Morfologi Tanaman
  • Akar tunggang merupakan ciri khas bagi semua jenis tanaman dikotil (biji belah) dan berkayu dan akar tersebut tumbuh menembus kedalam tanah.
  • Daun oval panjang dan tumbuh berdasarkan ruas batangnya. Daun tanaman jelutung berwarna, apabila sudah tua berwarna hijau sedangkan daun yang masih muda terlihat hijau kemerahan (pucuk). Daun jelutung memiliki tulang daun yang cukup jelas serta tulang jari-jari daun berposisi lurus.
  • Bunga biasanya keluar pada bulan Oktober dan bersamaan dengan munculnya daun muda (mucuk). Letak tangkai bunga berada di sela-sela tangkai daun dan masih dalam ruas yang sama.
  • Buah dalam satu tangkai berisi dua buah. Buah berbentuk polong dan dalam satu polong biasanya hanya berisi sekitar 15-20 biji saja. Buah berwarna coklat dan semakin tua buah akan secara perlahan menjadi coklat tua.
  • Batang berbentuk kerucut, artinya bagian pangkal besar dan semakin keatas semakin mengecil. Tanaman jelutung biasanya akan mengeluarkan cabang setelah menang bersaing dengan tanaman lain (apabila tanaman tumbuh liar di hutan) namun apabila dibudidayakan tanaman jelutung akan mengeluarkan cabang secara normal.
Mengapa Tanaman Jelutung Menjadi Pilihan ?
Karena tanaman jelutung berguna untuk memperbaiki atau mengembalikan fungsi lahan rawa yang telah rusak. Pertimbangan-pertimbangan dari para pelaku yang selama ini memberikan perhatian khusus terhadap potensi tanaman jelutung, diantaranya adalah :

Petani
Dari sudut pandang petani dapat diketahui bahwa tanaman jelutung selama ini telah memberikan manfaat bagi keluarganya. Berkaitan dengan hal tersebut petani/masyarakat mengakui bahwa:
  • Jelutung sangat familiar dengan masyarakat karena selama ini sudah melakukan perburuan terhadap getah jelutung sebagai sumber pendapatan keluarga
  • Masyarakat mengetahui pasti tempat-tempat hidup tanaman jelutung
  • Kegiatan penyadapan jelutung bisa sebagai kerja sampingan karena tidak setiap hari melakukan penyadapan
  • Pengelolaan hasil sadapan (getah) sangat mudah
  • Pemasaran getah sangat mudah dan harganya lumayan.
Peneliti
Pandangan peneliti tanaman jelutung dari berbagai aspek diantaranya: Aspek kesesuaian lahan, Martinus Kristiadi Harun, memberikan enam alasan sehubungan dengan pemilihan tanaman jelutung yaitu:
  • Kemampuan adaptasi jelutung pada lahan rawa sudah teruji baik pada lahan rawa yang selalu tergenang atau tergenang berkala
  • Jelutung memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif cepat pada kondisi tiap 1,5-2,0 cm per tahun dan bila dilakukan pemeliharaan semi intensif 2,0-2,5 cm per tahun (Bastoni, 2001)
  • Jelutung dapat dibudidayakan dalam kondisi penyiapan lahan yang minimal, misalkan tanpa saluran irigasi dan lain sebagainya
  • Tanaman jelutung bisa memberikan hasil ganda yaitu getah dan kayu
  • Biaya budidaya relatif rendah
  • Masyarakat telah mengenal jelutung, baik pola budidaya maupun pengelolaan hasil mirip dengan tanaman karet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar