Senin, 19 September 2016

Gajah Mada Lahir di Desa Modo Kabupaten Lamongan

Gajah Mada diduga lahir di Desa Modo yang termasuk Kabupaten Lamongan. Buktinya, di tempat itu ada petilasan yang dipercaya sebagai tempat kelahiran sang Mahapatih Amangkubumi.

Sejumlah cerita rakyat yang umum dikisahkan di wilayah pedalaman Lamongan mengenai keberadaan patih yang terkenal dengan Sumpah Palapanya tersebut di Lamongan. Cerita rakyat itu menuturkan bahwa Gajah Mada adalah anak kelahiran Desa Mada (sekarang Kecamatan Modo/Lamongan). Di era Kerajaan Majapahit, wilayah Lamongan bernama Pamotan.

Berbagai cerita rakyat “versi Lamongan” tentang lahirnya Gajah Mada:

Gajah Mada adalah anak Raja Majapahit secara tidak sah (Lembu Peteng) dengan gadis cantik anak seorang Demung (Kepala Desa) Kali Lanang. Anak itu dinamai Jåkå Mådå atau jejaka dari Desa Mada. Diperkirakan kelahirannya sekitar tahun 1300.

Selanjutnya oleh kakek Gajah Mada yang bernama Empu Mada, Jåkå Mådå dibawa pindah ke Desa Cancing/Ngimbang. Wilayah yang lebih dekat dengan Biluluk, salah satu Pakuwon di Pamotan, benteng Majapahit di wilayah utara. Sementara benteng utama berada di Pakuwon Tenggulun/Solokuro.

Di daerah Modo dan sekitarnya, termasuk Pamotan, Ngimbang, Bluluk, Sukorame dan sekitarnya, tersebar folklore atau cerita rakyat. Dongeng tutur tinular mengisahkan bahwa Gajah Mada adalah kelahiran wilayah Modo situ.

Daerah Modo-Ngimbang-Pamotan-Bluluk dan sekitarnya memang ibukota sejak zaman Kerajaan Kahuripan Airlangga, bahkan anak-cucunya juga mendirikan ibukota di situ, karena strategis, alamnya bergunung-gunung, bagus untuk pertahanan, dan dekat dengan Kali Lamongan yang merupakan cabang utama Sungai Brantas.

Sudah ada jalan raya Kahuripan-Tuban yang dibatasi Sungai Bengawan Solo di pelabuhan Bubat — kini bernama kota Babat (?) –. Ibukota ini baru digeser oleh cicit Airlangga ke arah Kertosono-Nganjuk, dan baru di zaman Jayabaya digeser lagi ke Mamenang, Kediri. Selanjutnya oleh Ken Arok digeser masuk lagi ke Singosari.

Baru oleh Raden Wijaya dikembalikan ke arah muara, yaitu ke Tarik, namun anaknya yang akan dijadikan penggantinya, yakni Tribuana Tunggadewi, diratukan di daerah Lamongan-Pamotan-Bluluk lagi, yaitu Kahuripan. Jadi Tribuana Tunggadewi sebelum jadi Ratu Majapahit adalah Bre Kahuripan alias Rani Kahuripan, Lamongan.

Ketika Gajah Mada menyelamatkan Raja Jayanegara dari amukan pemberontak Ra Kuti, dibawanya Jayanegara ke arah Lamongan, yakni Badander / bisa Badander Bojonegoro, bisa Badander Kabuh, Jombang, dua-duanya rutenya ke arah Lamongan (dalam hal ini adalah Pamotan-Modo-Bluluk dan sekitarnya).

Kronik sejarah lain menerangkan bahwa Bedander adalah Blitar lama.
Itu sesuai Teori Masa Anak-anak, di mana kalau anak kecil atau remaja berkelahi di luar desanya, pasti lari menyelamatkan diri ke desanya minta dukungan, tentu karena di desanya ada banyak teman, kerabat maupun guru silatnya. Gajah Mada pasti juga menerapkan taktik itu. Di wilayah Ngimbang-Bluluk sampai sekarang ada situs kuburan Ibunda Gajah Mada, yakni Nyai Andongsari.

Di dekat situ pula ada situs kuburan kontroversial, karena ada kuburan yang diyakini sebagai kuburan Gajah Mada namun dalam posisi “Islam”, karena kuburannya menghadap ke arah yang persis sebagaimana kuburan orang Islam. Tapi tidak ada asatupun bukti sejarah yang dapat meyakinkan bahwa kuburan tersebut adalah kuburan Gajah Mada.

Masih legenda desa Mada Lamongan, Gajah Mada yang diduga anak desa Modo, Lamongan dengan ibu asal desa Modo, tetapi ayahnya berasal dari keturunan Timur Tengah/Arab, untuk sementara ada dugaan bahwa beliau ada silsilah keturunan dengan Syekh Subaqir, juga ada dugaan bahwa Syekh Subaqir adalah Muhammad al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abu Thalib, seorang Wali “angkatan pertama” Tanah Jawa.

Ada bukti dari pertemuan ghoibiyah; beberapa winasis asal desa Karangpakis, Kabuh, bahwa beliau beragama Islam dan berperawakan tegap tinggi besar. Gajah Mada ditemukan oleh Ronggo Lawe, adipati Tuban. Dalam perjalanan dari Tuban ke desa Matokan, dekat Kabuh. Sewaktu itu Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit di daerah ini, yaitu dataran tinggi dengan nama dusun Njeladri, desa Karangpakis, Kabuh, Jombang.

Di desa Modo, perbatasan Jombang Lamongan ini, Ronggo Lawe melihat seorang anak usia belasan tahun yang berperawakan tegap gagah sedang berkelahi, kemudian Ronggo Lawe mengasuh anak ini, namanya Trimo, di Tuban. Setelah usia yang cukup Trimo dimasukkan ke dalam prajurit kerajaan Majapahit oleh Ronggo Lawe dengan pangkat bêkêl.

Sewaktu pemberontakan Ra Kuti dan Ra Tanca di era Raja Jayanegara, bêkêl. Gajah Mada dan lima belas orang bhayangkara yang menyelamatkan raja Jayanagara ke Bedander. Dari kejaran telik sandi Ra Kuti yang disebar di seluruh prajurit Majapahit dan meminta nasehat ke kakeknya yaitu Mbah Wonokerto.

Kakek atau Buyut Gajah Mada di desa Bedander ini yaitu mbah Wonokerto pernah meramalkan bahwa kejadian ini akan membawa Trimo/Gajah Mada akan menjadi orang besar di Majapahit, waktu itu Gajah Mada menjadi pemimpin pasukan Bhayangkara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar