Teori-Teori Pedagangan Internasional
- Teori Pandangan Kaum Merkantilisme
Merkantilisme merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita
dan ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik
kemakmuran suatu negara yang ditujukan untuk memperkuat posisi dan
kemakmuran negara melebihi kemakmuran perseorangan. Teori Perdagangan
Internasional dari Kaum Merkantilisme berkembang pesat sekitar abad
ke-16 berdasar pemikiran mengembangkan ekonomi nasional dan pembangunan
ekonomi, dengan mengusahakan jumlah ekspor harus melebihi jumlah impor.
Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi
suatu negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan
sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang
dihasilkannya selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau
logam-logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan
perak yang dimiliki oleh suatu negara maka semakin kaya dan kuatlah
negara tersebut.
Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide pokok, yaitu :
- pemupukan logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional
yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasonal untuk mempertahankan dan
mengembangkan kekuatan negara tersebut
- setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan
ekspor di atas impor (neraca perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh
neraca perdagangan yang aktif, maka ekspor harus didorong dan impor
harus dibatasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama perdagangan luar negeri
adalah memperoleh tambahan logam mulia.
Dengan demikian dalam perdagangan internasional atau perdagangan luar
negeri, titik berat politik merkantilisme ditujukan untuk memperbesar
ekspor di atas impor, serta kelebihan ekspor dapat dibayar dengan logam
mulia. Kebijakan merkantilis lainnya adalah kebijakan dalam usaha untuk
monopoli perdagangan dan yang terkait lainnya, dalam usahanya untuk
memperoleh daerah-daerah jajahan guna memasarkan hasil industri.
- Teori Keunggulan Mutlak (Absolut Advantage) oleh Adam Smith
Adam Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah
produksi hasil tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini
Adam Smith sependapat dengan doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa
kekayaan suatu negara dicapai dari surplus ekspor. Kekayaan akan
bertambah sesuai dengan skill, serta efisiensi dengan tenaga kerja yang
digunakan dan sesuai dengan persentase penduduk yang melakukan pekerjaan
tersebut. Menurut Smith suatu negara akan mengekspor barang tertentu
karena negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang secara
mutlak lebih murah dari pada negara lain, yaitu karena memiliki
keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut. Adapun keunggulan
mutlak menurut Adam Smith merupakan kemampuan suatu negara untuk
menghasilkan suatu barang dan jasa per unit dengan menggunakan sumber
daya yang lebih sedikit dibanding kemampuan negara-negara lain.
Teori Absolute Advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori
nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana
sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta
merupakan satu-satunya faktor produksi.
Dalam teori keunggulan mutlak, Adam Smith mengemukakan ide-ide sebagai berikut :
- Adanya Division of Labour (Pembagian Kerja Internasional)
dalam Menghasilkan Sejenis Barang Dengan adanya pembagian kerja,
suatu negara dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah
dibanding negara lain, sehingga dalam mengadakan perdagangan negara
tersebut memperoleh keunggulanmutlak.
- Spesialisasi Internasional dan Efisiensi Produksi
Dengan spesialisasi, suatu negara akan mengkhususkan pada produksi
barang yang memiliki keuntungan. Suatu Negara akan mengimpor
barang-barang yang bila diproduksi sendiri (dalam negeri) tidak efisien
atau kurang menguntungkan, sehingga keunggulan mutlak diperoleh bila
suatu Negara mengadakan spesialisasi dalam memproduksi barang.
- Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) oleh David Ricardo
Penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif dikemukakan oleh
David Ricardo dalam bukunya Principles of Political Economy and Taxation
(1817). Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara
kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap)
negara lain dalam memproduksi kedua jenis komoditi yang dihasilkan,
namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang
menguntungkan kedua belah pihak. Negara A misalnya harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut lebih kecil (yang merupakan komoditi yang memiliki
keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian
absolut cukup besar (komoditi yang memiliki kerugian komparatif). Jadi
harga sesuatu barang tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang
dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut.
David Ricardo menyampaikan bahwa teori keunggulan mutlak yang
dikemukakan oleh Adam Smith memiliki kelemahan, di antaranya sebagai
berikut :
- Bagaimana bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi dua jenis barang dibanding dengan Negara lain ?
Sebagai gambaran awal, di satu pihak suatu negara memiliki faktor
produksi tenaga kerja dan alam yang lebih menguntungkan dibanding dengan
negara lain, sehingga negara tersebut lebih unggul dan lebih produktif
dalam menghasilkan barang daripada negara lain. Sebaliknya, di lain
pihak negara lain tertinggal dalam memproduksi barang. Dari uraian di
atas dapat disimpilkan, bahwa jika kondisi suatu negara lebih produktif
atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak dapat mengadakan
hubungan pertukaran atau perdagangan.
- Apakah negara tersebut juga dapat mengadakan perdagangan internasional ?
Pada konsep keunggulan komparatif (perbedaan biaya yang dapat
dibandingkan) yang digunakan sebagai dasar dalam perdagangan
internasional adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk
memproduksi suatu barang. Jadi, motif melakukan perdagangan bukan
sekadar mutlak lebih produktif (lebih menguntungkan) dalam menghasilkan
sejenis barang, tetapi menurut David Ricardo sekalipun suatu negara itu
tertinggal dalam segala rupa, ia tetap dapat ikut serta dalam
perdagangan internasional, asalkan Negara tersebut menghasilkan barang
dengan biaya yang lebih murah (tenaga kerja) dibanding dengan lainnya.
Jadi, keuntungan komparatif terjadi bila suatu negara lebih unggul
terhadap kedua macam produk yang dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja
yang lebih murah jika diban-dingkan dengan biaya tenaga kerja di negara
lain.
- Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand) oleh John Stuart Mill
Teori yang dikemukakan oleh J.S. Mill sebenarnya melanjutkan Teori
Keunggulan Komparatif dari David Ricardo, yaitu mencari titik
keseimbangan pertukaran antara dua barang oleh dua negara dengan
perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar Tukar Dalam
Negeri (DTD). Maksud Teori Timbal Balik adalah menyeimbangkan antara
permintaan dengan penawarannya, karena baik permintaan dan penawaran
menentukan besarnya barang yang diekspor dan barang yang diimpor.
Pada dasarnya teori keunggulan komparatif yang dikemukakan David
Ricardo dan J.S. Mill sama, yang membedakan adalah penentuan dasar tukar
internasional (DTI). Menurut Ricardo bahwa perdagangan yang dapat
memberikan keuntungan kedua belah pihak adalah DTI 1 : 1, sedangkan J.S.
Mill DTI tidak perlu 1 : 1, asalkan DTI berada di antara DTD
masing-masing negara, maka perdagangan kedua belah pihak dapat
dilaksanakan dengan memberikan keuntungan kedua-duanya.
Jadi, menurut J.S. Mill selama terdapat perbedaan dalam rasio
produksi konsumsi antara kedua negara, maka manfaat dari perdagangan
selalu dapat dilaksanakan di kedua negara tersebut. Dan suatu negara
akan memperoleh manfaat apabila jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk
membuat seluruh barang-barang ekspornya lebih kecil dari pada jumlah jam
kerja yang dibutuhkan seandainya seluruh barang impor diproduksi
sendiri.
gue pengen ngentot ama Katheryn Winnick
BalasHapus